Catatan Roy Fachraby Ginting Akademisi Universitas Sumatera Utara
MEDAN SUMUT,Indonesia24.co|Kekuatan dan kejayaan kerajaan Aru atau Haru mulai memudar ketika Kesultanan Aceh semakin berkembang, menjadi mimpi buruk bagi Raja Aru atau Haru.
Ketika terjadi penyerangan Kesultanan Aceh ke Kerajaan Aru atau Haru, Raja dan para pembesaran Aru atau Haru yang sangat di benci itu akhirnya terbunuh dalam peperangan untuk mempertahankan tanah airnya.
Pada abad ke-16, wilayah Kerajaan Aru atau Haru ini hanya menjadi rebutan antara Kesultanan Aceh dan Johor.
Setelah Sultan Iskandar Muda naik tahta, Kerajaan Aru atau Haru berakhir dan era penjajahan Kesultanan Aceh mulai secara perlahan menguasai wilayah bekas kerajaan Aru atau Haru dan akhirnya mereka berhasil menguasai kerajaan kerajaan kecil atau raja raja urung dengan membuat kebijakan mendirikan Kesultanan Deli di Sumatera Timur.
Fakta dan pendapat para ahli sejarah yang menulis Kerajaan Aru atau Haru bawa Kerajaan ini runtuh di abad ke 16 atau tepatnya pada tahun 1613 M.
Ketika Kerajaan Aru atau Haru runtuh, maka Kerajaan Majapahit sudah tidak ada lagi dan ini berarti Kerajaan Aru dan Haru kemungkinan besar tidak lama di taklukkan Majapahit.
Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293 dan berakhir pada tahun 1527 dan Kerajaan Haru, juga dikenal sebagai Kerajaan Aru, didirikan pada tahun 1225 dan berakhir pada tahun 1613
80 tahun Majapahit hancur di tahun 1527 dan runtuh baru Kerajaan Haru berakhir di tahun 1613 M, akibat berbagai faktor, di antaranya adalah di sebabkan perselisihan dengan Aceh dan negara-negara tetangga di Semenanjung Tanah Melayu dan Sumatera.
Demikian juga karena faktor kehilangan pelabuhan pesisir yang membuat kerajaan terisolasi dari jaringan perdagangan maritim global dan serangan terakhir kerajaan Aru atau Haru dari Sultan Iskandar Muda dari Aceh pada tahun 1613 M.
Kerajaan Haru yang juga dikenal sebagai Kerajaan Aru, mengalami beberapa peristiwa penting dalam sejarahnya, yaitu:
Pada tahun 1365, Kerajaan Haru ditaklukkan oleh Majapahit
Pada tahun 1539, kota pelabuhan Kota Rentang jatuh ke Aceh
Pada tahun 1564, Kerajaan Haru dikalahkan oleh tentara Uthmaniyah
Pada tahun 1613, Sultan Iskandar Muda dari Aceh melakukan serangan terakhir untuk menutup nasib Kerajaan Haru.
Setelah runtuhnya Kerajaan Haru, wilayahnya digantikan oleh Kesultanan Deli yang kemudian menjadi protektorat Aceh dari tahun 1632–1669.
Akibat runtuhnya Kerajaan Aru atau Haru ini, maka di wilayah bekas kerajaan ini berdiri berbagai raja raja kecil yang menguasai wilayah masing masing.
Dalam tulisan ini, penulis khusus menulis data dan sejarah Kerajaan Karo yang lahir pasca runtuhnya Kerajaan Aru atau Haru.
Setelah runtuhnya kerajaan Haru/Aru, maka di bekas wilayahnya berdirilah Kesultanan Deli dan pecahannya Kesultanan Serdang serta satu lagi Kesultanan Langkat.
Ketiga kerajaan ini bercirikan budaya Melayu Islam yang dimiliki dan di dirikan warga bekas Kerajaan Aru atau Haru.
Walaupun 3 kerajaan Islam Melayu itu ada dan eksis, masih ada berdiri beberapa kerajaan Karo yang tetap kukuh dan berdiri tegak untuk mempertahankan adat budaya Karo Merga Silima dan kerajaan itu adalah :
1. Kerajaan Lingga di Lingga (Sibayak/raja merga Karo-karo Sinulingga )
2. Kerajaan Barusjahe (Sibayak/raja merga Karo-karo Barus)
3. Kerajaan Suka (Sibayak/rajanya merga Ginting suka)
4. Kerajaan Sarinembah (Sibayak/rajanya Sembiring Meliala)
5. Kerajaan Kutabuluh (Sibayak/rajanya merga Perangin-angin)
Wilayah kelima kerajaan ini dulunya berada di dataran tinggi Karo atau saat ini masuk ke dalam wilayah Kabupaten Karo. Selain itu, ada lagi:
6. Kerajaan Gunung Merlawan (Sibayak/raja merga Sinulingga) yang sekarang wilayahnya masuk ke Kecamatan Kutalimbaru (Kabupaten Deliserdang), dan
7. Kerajaan Batuerdan (Sibayak Batuerdan merga Sinulingga) di Batuerdan / Tigalingga sekarang masuk Kabupaten Dairi.
Demikian juga di daerah pesisir, Suku Karo masih juga tetap eksis dengan tetap mendirikan kerajaan setingkat Raja Urung yakni :
1. Raja Urung Senembah (Karo-karo Barus),
2. Hamparen Perak Sepulu Dua Kuta (Sembiring Pelawi),
3. Raja Urung Sukapiring (Karo Sekali Sukapiring dan Sembiring Meliala serta Karo-karo Purba),
4. Raja Urung Sunggal Serbanaman (Karo-karo Surbakti) yang menjadi Ulun Jandji (pemegang sumpah Kesultanan) yang juga merupakan Kalimbubu dari keluarga Kesultanan Deli.
Ke 4 Raja Urung diatas, dengan perkembangan jaman akhirnya berubah menjadi kerajaan yang di pengaruhi Budaya Melayu beragama Islam dan menjadi Datuq 4 Suku di wilayah itu.
Satu kerajaan Karo di sekitar kota Medan yang tetap mempertahankan budaya dan agama atau kepercayaan Karo adalah Sibayak Lau Cih yang tidak menjadi Melayu dan tidak menjadi kerajaan Islam di sekitar kota Medan saat ini.
Hal hal diatas merupakan salah satu bukti tentang keberadaan Suku di Pesisir Timur sebagai suku asli, sebab federasi kesain, kuta, kesebayaken dan urung Karo sudah berbiak jauh sebelum Deli berdiri yang artinya, masyarakatnya juga jauh sebelumnya sudah mendiami daerah itu.
Hal itu dapat kita lihat dan kajian atas pernikahan Raja Deli pertama Gojah Pahlawan yang mengawini putri Karo Nang Baluan Beru Surbakti anak dari Raja Urung Sunggal serta aturan dan ketentuan 4 Raja Urung Karo yang menetapkan pengangkatan dan pengesahan Sultan Deli.
Bahkan, Kota Medan yang kini menjadi kota ketiga terbesar di Indonesia juga awalnya sebuah kuta (kampung) atau permukiman Suku Karo yang didirikan oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi, yang merupakan seorang dari Karo Gugung.
Namun perlu diketahui, bahwa sebelum Guru Pa Timpus turun gunung, masyarakat Karo dan negeri-negeri Karo sudah berkembang di Pesisir dengan adanya Wilayah kerajaan atau Raja Urung Senembah, Sunggal dan Sukapiring dan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi juga mendirikan Kerajaan Sepulu dua Kuta Hamparan Perak dan berkolaborasi dengan Kalimbubunya Panglima Hali Tarigan penguasa Wilayah Pulu Berayan.
keberadaan kampung-kampung Karo di Deli Hulu hasil gelombang migrasi dari Tanah Karo ke sekitar wilayah Deli Serdang saat ini di buktikan dengan lebih 3/4 wilayah Deli Serdang adalah wilayah 4 Raja Urung Karo yakni Raja Urung Sunggal Serbanyaman (Surbakti), Raja Urung Sepulu Dua Kuta Lau Cih (Purba), Raja Urung Suka Piring ( Karo Sekali – Meliala) dan Raja Urung Senembah (Barus) di Sumatera Timur saat itu.
Bahkan di hitung dari seluruh Kecamatan di Deli Serdang adalah Wilayah asli suka Karo yang tergambar dari nama Kecamatan seperti Sibolangit, Kutalimbaru, Pancur Baru, Deli Tua, Gunung Meriah, Sibiru Biru, Namo Rambe, STM Hulu, STM Hilir, Tanjung Merawa, Galang dan lain lain.
Demikian juga di Dairi dengan wilayah Tiga Lingga, Kuta Buluh, Taneh Pinem dan Gunung Sitember dan Langkat dengan Kuala, Bahorok, Salapian, Kuta Mbaru dan lainnya.
Sedangkan di Simalungun Atas kita mengenal wilayah Karo di Silima Kuta dan Cingkes serta Daerah Karo lainnya di Sumatera Utara saat ini
Reporter :ERI NANGIN