MEDAN SUMUT,Indonesia24.co|Bicara tentang Kerajaan Haru atau bisa juga di namakan Aru, tentu kita tidak bisa terlepas dari catatan sejarah yang ada, baik berupa literatur maupun peninggalan dalam bentuk artefak atau bisa juga benda-benda peninggalan sejarah yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia pada masa itu.
Kerajaan Haru atau Aru yang merupakan sebuah kerajaan Karo yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara dan berkuasa pada kurun abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi.
Hal ini diungkapkan oleh Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) Roy Fachraby Ginting,SH M.Kn,Senin (06/01/2025) di Padang Bulan Medan Sumatera Utara.
Roy menjelaskan,pada masa jayanya kerajaan ini adalah kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara Selat Malaka.
Pusat atau ibukota Kerajaan Haru ternyata berpindah-pindah. Berdasarkan sejumlah literatur, pusat Kerajaan Haru dinyatakan berpindah-pindah.”Ujarnya.
Roy Fachraby juga mengatakan,Sebagian sumber menyebut pusat kerajaan ini berada di Teluk Aru di Langkat dan kemudian berpindah ke Lingga dan bahkan besar kemungkinan pusat kerajaan Haru ini di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang saat ini.
Bahkan berdasarkan temuan terbaru hasil dari penemuan arkeologi dapat disimpulkan bahwa pusat Kerajaan Haru berada di Kota Rentang atau Hamparan Perak yang merupakan ibukota Kerajaan Urung Sepulu dua Kuta pasca runtuhnya Kerajaan Haru di Kabupaten Deli Serdang dari abad ke-13 hingga 14 Masehi dan akhirnya pindah ke Deli Tua dari abad 14 hingga 16 M akibat serangan dari Aceh.”Pungkas Ketua Umum Gerakan Relawan Karo Erdilo ini.
Penduduk asli kerajaan Haru menjalankan kepercayaan animisme, Pemena, dan juga Hinduisme.
Penduduk kerajaan Haru atau Aru dipercaya merupakan keturunan orang-orang Karo yang menghuni pedalaman Sumatera Utara.
Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa adat istiadat yang berkembang di Kerajaan Haru tidak jauh berbeda dengan yang ada di Malaka, Sumatra, dan Jawa.
Mata pencarian penduduknya adalah nelayan, bertani, dan beternak. Apabila pergi ke hutan mereka membawa panah beracun untuk perlindungan diri.
Wanita dan laki-laki menutupi sebagian tubuh mereka dengan kain, sementara bagian atas terbuka. Hasil-hasil bumi dibarter dengan barang-barang dari pedagang asing seperti keramik, kain sutra, manik-manik dan lain-lain (Groeneveldt, 1960: 94-96).
Catatan sejarah terawal yang menyebut Kerajaan Haru atau Aru adalah berasal dari catatan Tiongkok dari Dinasti Yuan (akhir abad ke-13 Masehi).
Kerajaan ini juga disebut-sebut dalam sumber catatan Tiongkok dari zaman berikutnya, yakni Yingya Shenglan (1416) dari zaman Dinasti Ming.
Kerajaan Haru juga disebut dalam catatan naskah-naskah Jawa, kitab Nagarakertagama (1365) dan kitab Pararaton (sekitar abad ke-15 Masehi).
Nama kerajaan ini disebutkan dalam Kitab Pararaton, yang tepatnya disebut di dalam Sumpah Palapa:
“Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”Kata Roy kepada Awak Media Indonesia-24.com.
Dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti:
“Dia, Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa
Sementara itu dalam catatan Portugis Suma Oriental yang ditulis pada awal abad ke-16 Masehi menyebutkan Haru atau Aru sebagai kerajaan yang makmur.
Suma Oriental menyebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang kuat Penguasa Terbesar di Sumatera yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing.
Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Haru atau Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.
Dalam kitab berbahasa Arab-Melayu Sulalatus Salatin, menyebutkan Kerajaan Haru atau Aru sebagai salah satu kerajaan yang cukup berpengaruh di kawasan pulau Sumatera dan Haru di sebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai.
Berdasarkan sumber Dinasti Ming disebutkan bahwa “Su-lu-tang Husin” mengirim utusan ke Cina dengan membawa berbagai barang sebagai bukti persahabatan tahun 1411 M.
Setelah itu Cina mengirim utusan Laksamana Cheng Ho untuk mengunjungi Kerajaan Haru pada saat itu Haru sudah tidak lagi mengirim hadiah ke Cina.
Dalam tulisannya Tome Pires diceritakan tentang adanya persaingan antara Kerajaan Haru dengan Kesultanan Malaka untuk memperebutkan dominasi di Selat Malaka.
Dalam catatan Ma Huan tahun 1416 M menyebutkan bahwa raja Haru sudah memeluk agama Islam dan kemungkinan besar hal ini juga yang membuat segala bentuk peradaban Kerajaan Haru yang memeluk Hindu Karo atau pemena di musnahkan setelah ajaran Islam masuk ke Kerajaan Haru pada awal abad ke 1400 Masehi.
Sejarawan dari Universitas Sumatera Utara, Tuanku Luckman Sinar, mengatakan, bahwa pada abad ke-15 M, Kerajaan Haru merupakan kerajaan terbesar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka.
Dengan begitu, dapat disebutkan bahwa pada abad ke-15 kekuasaan Majapahit tengah melemah dan Kerajaan Haru berhasil serta melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Dalam Pararaton menerangkan kemungkinan hubungannya keberadaan Kerajaan Haru dengan ekpedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kertanegara pada 1292 M.
Seorang kebangsaan Persia menyebutkan bahwa Haru pada 1310 M berhasil bangkit kembali menjadi kerajaan yang makmur dan mungkin merdeka, bukan di bawah kerajaan lain.”Katanya.
Masih kata penggiat sosial ini,Kondisi ini ada hubungannya dengan yang terjadi di Jawa, yaitu runtuhnya Kerajaan Singasari dan mulai munculnya Kerajaan Majapahit; dan pada awalnya Kerajaan Majapahit belum melakukan ekspansi kepada Kerajaan Haru.
Sedangkan pada tahun 1365 M disebutkan bahwa Kerajaan Hari ditaklukkan oleh Majapahit.
Pendapat yang menyebutkan tentang Kerajaan Haru pada tahun 1365 M sebagai bagian dari taklukan Kerajaan Majapahit dan hal ini tercatat dalam buku Nagarakretagama.
Kemajuan peradaban masyarakat Karo dengan kerajaan Haru atau Aru ini tentu berdampak kepada kemajuan penggunaan aksara ataupun tulisan Karo yang dipengaruhi oleh bentuk aksara dari India.
Saat ini, Kerajaan Haru seolah-olah hilang dan berbagai catatan tentang kerajaan ini sangat minim terdengar dan kalah pamor dengan kerajaan-kerajaan lain yang pernah jaya di Nusantara. Seperti Kerajaan Majapahit, Singasari, Mataram, Pasai, Pajajaran, Sriwijaya, dan lain-lain.
Cerita dan kisah kerajaan Haru yang luar biasa melegenda pada jamannya kini hilang sebagai kerajaan yang pernah berjaya di Nusantara hanya karena minimnya pejabat kerajaan dan para akademisi serta rakyat pada jaman itu menulis dan lemah dalam dunia literasi yang menyebabkan kita di masa kini kurang mengetahui cerita kebesaran Kerajaan Haru sebagai kerajaan besar yang terlupakan dan sebuah cerita peradaban Karo yang luar biasa pada masa lampau.”Tutup Roy Fachraby Ginting.
Reporter :ERI NANGIN