MEDAN SUMATRA UTARA,Indonesia24.co|Politik berbiaya tinggi dan mahal tidak terlepas dari perananan elit politik di Indonesia. Perjuangan pasca reformasi justru membuat biaya dan ongkos politik justru semakin mahal. Hal tersebut di katakan akademisi Universitas Sumatera Utara Roy Fachraby Ginting SH M.Kn.
Pasca Reformasi justru Elit Politik di Indonesia di pertontonkan dengan tumbuhnya politik yang melahirkan pimpinan partai secara vulgar mempertontonkan partai milik Elit politik. Ketua Umum Partai secara terbuka memajukan anak atau menantu atau Elit keluarga terdekat menjadi pimpinan atau pengurus partai dan hebatnya di tunjuk pula di eksekutif sebagai pejabat perwakilan partai, kata Roy Fachraby Ginting
Dikatakannya, pasca reformasi justru Perilaku politik transaksional semakin memungkinkan melahirkan elit politik yang korup, yang berlandaskan pada sifat dan gaya nilai-nilai transaksional yang lebih mementingkan kepentingan individu dan kelompoknya saja. Kata Roy Fachraby
Dikatakan nya, biaya politik itu semakin mahal ketika masyarakat sebagai pemilik suara semakin menyadari bahwa suara mereka hanya berharga di saat Pemilu dan setelah itu Elit politik tidak akan peduli kepada para pemilih dan kesadaran itu berkembang dalam realitas kehidupan masyarakat dalam berpolitik, kata Roy.
Dikatakannya, sistem politik itu berbiaya tinggi karena masing-masing antara para elit politik, para pemodal dan para pemilih dan konstituen memainkan peran yang membuat biaya dan ongkos politik semakin lama semakin mahal. Pemodal butuh biaya yang di keluarkan sepadan dengan nilai keuntungan yang di peroleh. Demikian juga Elit Politik mempergunakan kekuasaan untuk memulangkan modal dengan di tambah keuntungan dan fasilitas yang di dapatkan selama berkuasa dan dan rakyat semakin mengerti bahwa suara mereka sangat di butuhkan dan layak untuk di perdagangkan. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2024 ini juga masih dan justru memperlihatkan berbagai fakta politik transaksional dengan terjadinya barter politik, politik biaya tinggi dan politik uang dalam perilaku memilih, kata Roy Fachraby Ginting
Dikatakan Roy, Perilaku Politik Transaksional yang terjadi ini, mencoreng tujuan demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu yang berakibat pada proses pemilu yang tidak demokratis dengan memunculkan ketidakpercayaan masyarakat dengan munculnya prilaku pejabat terpilih yang korup. Pemilihan yang ideal dalam sebuah pesta demokrasi didasari dengan kesamaan visi misi, kesamaan ideologi, ketertarikan pada program kontestan serta dilaksanakan dengan menjunjung nilai-nilai dan norma demokrasi yang terdapat di masyarakat, katanya.
Roy juga melihat bahwa
Mahalnya biaya politik memperbesar kemungkinan tumbuhnya perilaku koruptif setelah kandidat tersebut terpilih. Kondisi ini menjadi siklus yang terus berputar untuk memenuhi kebutuhan tiap periode pencalonan, katanya.
Biaya Politik Tinggi Sumbang Kemunduran Demokrasi
Roy juga melihat bahwa,
Praktik jual beli suara disebut sebagai elemen terbesar dari mahalnya biaya politik di negeri ini, katanya.
Biaya tinggi pada politik menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Politik biaya tinggi ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang menyebabkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) tinggi dan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu memerlukan biaya lebih banyak dibandingkan negara-negara lain, kata Roy Fachraby Ginting.
Reporter : Eri Nangin.