Melawan Lupa….!!!Perang Sunggal: Perjuangan Rakyat Karo di Sunggal dalam Mempertahankan Wilayahnya Tahun 1872-1895 dan Menjadi Perang Terlama di Nusantara Melawan Belanda

ERIANTO PERANGIN ANGIN

- Redaksi

Jumat, 2 Agustus 2024 - 11:33 WIB

40649 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Catatan : Roy Fachraby Ginting.SH M.Kn Dosen Universitas Sumatera Utara

MEDAN,Indonesia24.co|Kerajaan Sunggal merupakan salah satu kerajaan di wilayah Urung asal Karo yang telah masuk Islam.

Kerajaan ini juga memberikan dukungan terhadap berdirinya Kesultanan Deli yang dipimpin oleh Panglima Sri Paduka Gocah Pahlawan dengan adanya pernikahan antara Sri Paduka Gocah Pahlawan dengan adik dari Datuk Imam Surbakti (Pemimpin Kerajaan Sunggal) yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti pada tahun 1632.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perang Sunggal bermula dari ambisi Kesultanan Deli menguasai lahan orang-orang Sunggal sepeninggal Datuk Abdullah Ahmad Surbakti, raja Sunggal, pada 1857. Tanpa disadari Belanda ternyata ingin menguasai daerah Deli yang dikenal subur.

Perjanjian antara Sultan Siak dan pemerintah Hindia Belanda pada 1 Februari 1858 yang di kenal dengan nama Tractaat Siak. Dalam perjanjian itu disebutkan antara lain bahwa Siak beserta daerah-daerah taklukkannya sampai batas Tamiang yang berbatasan dengan Aceh, berada di bawah perlindungan Pemerintah Belanda.

Perjanjian Kesultanan Deli dengan pihak Belanda disatu sisi mempertegas kekuasaan Belanda terhadap wilayah Deli. Akan tetapi, disisi lain Kesultanan Deli juga memanfaatkan perjanjian tersebut untuk dapat memperluas lahan kekuasaan milik mereka.

Perjanjian tersebut menjadikan Belanda memiliki hak untuk dapat mendirikan perkebunan di lahan Kesultanan Deli dan ketika Jacob Nienhuys mengunjungi Pantai Timur Sumatera untuk pertama kali. Ia melihat potensi wilayah yang dianggapnya cocok untuk tanaman tembakau dan segera mengadakan penelitian daerah-daerah mana yang dapat menghasilkan tembakau bermutu tinggi.

Nienhuys memulai penanaman tembakau di Deli pada tahun 1863. Deli menjadi wilayah pertama usaha perkebunan yang dijalankan oleh Nienhuys yang mendapat konsesi tanah seluas 4.000 bahu di dekat Sungai Deli dari Sultan Deli, Sultan Mahmud Perkasa Alam.

Akan tetapi, pembukaan perkebunan hanya melibatkan pengusaha perkebunan dan pihak Sultan, tanpa musyawarah dengan para pemuka masyarakat terutama kepala kampung di wilayah yang akan dijadikan perkebunan.

Konsesi ini mengabaikan kedudukan dan hak-hak anggota masyarakat sebagai pemilik tanah ulayat, khususnya tanah-tanah yang bukan milik Sultan.

Hal ini dikarenakan menurut pendapat Sultan, bahwa seluruh tanah-tanah tersebut adalah milik Sultan, dan Sultan berhak memberikan tanah-tanah itu kepada siapa saja yang dianggapnya mampu memberikan sebagian hasilnya kepada Sultan.

Hal tersebut mengakibatkan reaksi yang sangat keras dari rakyat Sunggal. Sehingga, pada tahun 1872 terjadilah awal perang Sunggal yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti.

Raja Urung Sunggal dan rakyat Karo di Sunggal tidak rela tanahnya dipergunakan perkebunan Belanda. Sehingga, terjadi pertentangan antara pihak perkebunan dan penduduk sekitar.

Penduduk bertekad untuk mempertahankan tanah milik mereka. Pengaruh kebijakan tersebut selanjutnya terasa pula ke Urung Sunggal (Serbanyaman) dan hal itu membuat Datuk Sunggal merasa dirugikan dengan konsesi itu.

Baca Juga :  Kapolrestabes Medan Resmikan Polsek Medan Tembung

Dalam buku Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, karangan Karl J. Pelzer (1985) diungkapkan sebab-sebab terjadinya reaksi ketidak-puasan orang-orang Suku Karo yang merasa telah dilanggar tanah adatnya.

Datuk Sri Diraja Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti lahir di Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, pada tahun 1845.

Beliau adalah seorang Putra dari hasil perkawinan Datuk Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti dengan Tengku Kemala Inasun Bahorok.

Datuk Badiuzzaman merupakan Putra terbaik pada masa Kerajaan Sunggal (Serbanyaman), ia merupakan keturunan ke-11 yang melanjutkan kepemimpinan dari pemerintahan Tradisional Sunggal. Kepemimpinan beliau dimulai sepeninggal Datuk Abdullah Ahmad Surbakti pada tahun 1857.

Datuk Badiuzzaman Surbakti tidak dapat menahan amarahnya, karena rakyatnya yang teraniaya dan menderita akibat kesewenangan Belanda mengambil lahan pertanian rakyat untuk dijadikan perkebunan tembakau.

Perlawanan pun dilanjutkan dengan jalan angkat senjata melawan Belanda. Strategi yang dipilih oleh Datuk Badiuzzman adalah dengan jalan gerilya, militan, dan menghindari kontak langsung.

Perlawanan gerilya dilakukan sambil membakar bangsal bangsal tembakau di atas tanah rakyat yang dikuasai oleh Belanda.

Selain itu, dalam perang ini, beliau berhasil memecah belah konsentrasi taktik penyerangan yang dilakukan Belanda. Meskipun, para pejuang hanya memiliki senjata yang sederhana, seperti pedang, tombak, dan senapan locok.

Belanda kewalahan dalam menghadapi perang rakyat ini dan mengakibatkan pemerintah kolonial Hindia Belanda meminta bantuan tambahan pasukan militer dari Jawa.

Tercatat sebanyak tiga kali Korps Militer Belanda datang dari Jawa ke Sumatera Timur demi memenangkan perang tersebut.

Akan tetapi, hasil yang diterima malah sebaliknya korps militer semakin kewalahan menghadapi perang gerilya yang dilakukan masyarakat Sunggal.

Situasi yang demikian menjadikan Belanda mengambil jalan lain, yaitu mencoba melakukan perundingan dengan pihak Datuk Badiuzzaman Surbakti.

Pada tahun 1895, pemerintah Hindia Belanda menawarkan perdamaian kepada Kerajaan Sunggal.

Sebagai bentuk keseriusan tersebut, mereka mengundang Datuk Badiuzzaman untuk berunding dengan Gubernur Jenderal Carel Herman Aart van der Wijck di Batavia.

Iktikad baik tersebut diterima oleh Datuk Badiuzzaman tanpa rasa curiga sedikit pun. Kemudian, berangkat lah beliau bersama adiknya Datuk Alang Mohamad Bahar, sekretarisnya Datuk Mahmood dan ajudannya Da’im ke Batavia.

Sesampainya di Batavia, bukan perundingan yang mereka dapatkan. Mereka malah mendapat penghinaan dari Hindia Belanda dengan Gubernur menyatakan rakyat Sunggal harus meminta maaf atas perlakuan mereka yang telah berani melawan Hindia Belanda.

Permintaan maaf tersebut akan diterima, jika Datuk Badiuzzaman Surbakti sujud dihadapan Carel Herman Aart van der Wijck.

Hal tersebut menjadikan Datuk Badiuzzaman berang dan menolak permintaan dari van der Wijck. Penolakan tersebut mengakibatkan Datuk Badiuzzaman dijatuhi hukuman berupa pembuangan seumur hidup Datuk Badiuzzaman Surbakti dan Datuk Alang Mohamad Bahar.

Baca Juga :  Wakapolri Naik Becak Bermotor di Unimed

Mereka masing-masing dibuang ke Cianjur dan Banyumas. Kabar pembuangan tersebut sampai kepada masyarakat Sunggal dan selama tiga bulan mereka berkabung atas hukuman buang yang diterima raja mereka.

Hukuman tersebut sekaligus menandakan akhir dari perjuangan rakyat Sunggal dalam mempertahankan wilayah mereka.

Ahli sejarah dan tokoh adat Melayu Tengku Lukman Sinar mengatakan, tidak ada seorang pun dinobatkan menjadi pahlawan dalam Perang Sunggal merupakan yang merupakan salah satu perang terlama melawan Belanda di Nusantara.

Para tentara Belanda yang ikut terlibat dalam perang Sunggal ini mendapat medali khusus di Museum KNIL di Bronbeek Belanda dan perang besar ini terbenam dalam sejarah perjuangan bangsa.

Perang ini sampai membuat Belanda dengan istilah perang Batak Oorlog, yang menandakan perang semesta perlawanan besar orang orang pedalaman kepada Belanda, karena mereka membuat istilah Batak adalah orang tertinggal dan terbelakang dan di kategorikan penjahat, bandit bahkan kanibal.

Para pejuang dan tokoh Perang Sunggal sampai saat ini tidak ada yang muncul sebagai pahlawan nasional. Padahal perang Sunggal yang disulut oleh Datuk Kecil Surbakti ini adalah perang besar perlawanan rakyat secara semesta dan perseteruan antara Kedatukan Melayu Sunggal yang berasal dari Suku Karo Jawi, yakni Suku Karo yang turun dari gunung melawan pemerintahan.

Perang ini juga tentu membuka fakta sejarah bahwa perang ini melibatkan Sultan Deli yang berkolaborasi dengan Belanda yang merupakan masih bersaudara, karena Sultan
Deli yang merupakan anak beru (menantu) dari
Kedatukan Raja Urung Sunggal.

Kesultanan Deli disebut sebagai anak beru, sebab pada hakikatnya Kesultanan Deli berdiri disebabkan adanya pernkahan antara Gocah Pahlawan, sultan pertama Kesultanan Deli, dengan Nang Baluan Beru Surbakti yang merupakan adik Datuk Hitam Surbakti dari Kedatukan Sunggal.

Namun pada 1870 Sultan Deli VIII Mahmud Perkasa Alam memberikan tanah subur dalam wilayah Sunggal untuk konsensi perkebunan kepada Maskapai Belanda De Rotterdam dan Deli Maschapij.

Kenyataan ini tidak bisa diterima oleh rakyat Melayu Karo di Kerajaan Sunggal, sehingga
menimbulkan kemarahan rakyat dan Raja Urung Sunggal Datuk Badiuzzaman Surbakti
dan adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti.

Akibat peperangan itu, banyak datuk Sunggal yang dibuang ke Pulau Jawa seumur hidup. Dua diantaranya yakni Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya, Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti dan mereka dibuang ke Cianjur dan Banyumas dan makamnya dikenal dengan sebutan Makam Raja Sunggal di Pamoyanan di Cianjur.

Sisa-sisa peninggalan kerajaan Sunggal saat ini dapat diketahui melalui Masjid Raya Datuk Badiuzzaman Surbakti yang dibangun oleh Datuk Badiuzzaman pada tahun 1885 (1306 H). Masjid tersebut saat ini berlokasi di Jl. PDAM Sunggal No. 1 Medan.

Laporan : Erianto Perangin-Angin

Berita Terkait

Keren…!!!Dua Putra Karo Memperkuat Sumut United FC di Liga Nusantara 2024-2025
Harapan Besar Presiden Prabowo Subianto kepada Brigjen Pol Purn Dr dr Antonius Ginting Untuk Bangun Taneh Karo Simalem
 Telkom Witel Sumut Dukung Digitalisasi Universitas Deztron Indonesia dengan Apresiasi dan Solusi Inovatif
SD Laudato Si School Pancur Batu Raih Mendali Emas Di Kompetisi Di Perguruan Tinggi EKA
Kejayaan Kerajaan Aru atau Haru dan Lahirnya 5 Kerajaan Suku Karo di Sekitar Medan Pasca Runtuhnya Kerajaan Aru atau Haru
Karutan Kabanjahe Ikuti Kegiatan Penandatanganan Fakta Integritas, Pengambilan Sumpah Jabatan, dan Arahan Perdana Kepala Kanwil Ditjenpas Sumut
Diduga penipu Suami Istri Asal Tanjung Balai Ini Resmi Dilaporkan ke Polrestabes Medan
Lahirnya Sibayak dan Raja Urung Karo Pasca Runtuhnya Kerajaan Aru atau Haru di Sumatera Timur

Berita Terkait

Senin, 21 April 2025 - 13:50 WIB

Kapolres Batu Bara Sertijab kan 4 PJU

Senin, 21 April 2025 - 00:55 WIB

LPAI Batubara Dikukuhkan..!!! Dihadiri Ketua Umum Kak Seto

Sabtu, 19 April 2025 - 08:15 WIB

Peringati Hari Paskah Wafat Isa Al-Masih, Polsek Labuhan Ruku Berikan Pengamanan di Gereja GKPI Maranatha

Minggu, 13 April 2025 - 21:53 WIB

Pengamanan Ibadah Umat kristiani Gereja HKBP dan GKPI di Wilkum Polsek Labuhan Ruku Aman dan Damai 

Minggu, 6 April 2025 - 00:14 WIB

Orang Tua Korban Penganiayaan Ahmad Rafli, Minta Polsek Labuhan Ruku Tegakkan Keadilan 

Selasa, 1 April 2025 - 17:42 WIB

Brigadir Hanrisal Silaen Hasil Olah TKP Mayat Ditemukan, Efendi Gangguan Mental di Pulangkan ke Rumah Duka

Senin, 31 Maret 2025 - 02:56 WIB

Kapolsek Labuhan Ruku, Utamakan Restorative Justice Secara Kekeluargaan 

Jumat, 28 Maret 2025 - 17:13 WIB

Sambut IdulFitri, Ketua Bravo 5 Viktor Oktovianus Saragih Berikan Bingkisan dan THR Kepada 200 Media 

Berita Terbaru

BATU BARA

Kapolres Batu Bara Sertijab kan 4 PJU

Senin, 21 Apr 2025 - 13:50 WIB