Jeneponto – Air adalah kebutuhan paling utama kehidupan manusia. Di Jeneponto, persoalan pengadaan air menjadi masalah berkepanjangan, 30 tahun terakhir nyaris tanpa solusi yang berarti.
Jeneponto menghadapi masalah serius soal air: kemarau relatif lebih panjang, curah hujan rendah dan kandungan air tanah yang tidak merata. Potensi lahan sawah irigasi hanya 23.408 Ha dan lahan tadah hujan sebesar 2.862 Ha. Sementara potensi lahan kering mengambil porsi besar yakni 40.701 Ha (data BPS). Seiring waktu, lahan kering berpotensi semakin bertambah.
Kekeringan dan ketiadaan sumber air menimbulkan kekhawatiran: para petani membiarkan lahannya tidak produktif, bahkan cenderung menjualnya (beralih profesi). Sesuai data Sensus Pertanian 2023, di Jeneponto didominasi petani berusia 45 tahun ke atas. Para petani lainnya cenderung menua. Pertanyaan gentingnya: apakah generasi muda masih berminat terjun ke sektor pertanian? Ini tantangan besar untuk pemerintahan Jeneponto.
Jika kekeringan dan ketersediaan air di Jeneponto tidak juga kunjung ditangani secara maksimal dan sungguh-sungguh, maka Jeneponto tidak saja krisis air, tapi juga KRISIS PETANI. Jeneponto akan ditinggalkan penduduknya, mengais rezeki di negeri orang.
Tantangan dan kenyataan ini “memaksa” calon bupati Jeneponto Maysir Yulanwar untuk membuat Program Jangka Panjang dan Jangka Pendek di bidang pertanian, khusus menjamin penyediaan air (irigasi).
Program jangka panjangnya adalah akan membangun KANAL MARANNU; sungai buatan yang membelah Jeneponto dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 100 km, dengan lebar 10-15 meter. Kanal ini akan melintasi dan menghubungkan 3 sungai besar (Sungai Kelara, Sungai Pokobulo, dan sungai Tamanroya) serta 35 anak sungai lainnya.
Program ini berat, tapi bukan berarti tidak mungkin. Kanal ini tentu saja diharapkan menjadi proyek nasional yang diperuntukkan di Jeneponto; yang harus diselesaikan meski berganti bupati.
Fungsi utama kanal ini adalah menjamin ketersediaan air (baik berupa air tanah, tadah hujan dan aliran sungai), untuk kemudian didistribukan lewat dam parit, pompanisasi dan irigasi modern lainnya ke lahan-lahan kering petani.
Adapun untuk program jangka pendek, Maysir Yulanwar akan membangun waduk-waduk mikro, danau buatan atau biasa disebut EMBUNG di setiap desa. Akan disesuaikan jumlahnya pada desa dengan tingkat paling parah krisis airnya.
Pompanisasi (membangun gardu pompa) dan sumur bor di daerah-daerah lahan kering juga menjadi program utama irigasinya. Setelah memastikan sumber air tersedia, selanjutnya akan diterapkan teknologi irigasi modern (irigasi tetes dan splinter).
Upaya yang tak kalah pentingnya sebagai upaya berkelanjutan, Maysir Yulanwar juga memprogramkan penanaman sejuta pohon (dan terus bertambah) di area-area kering, di sepanjang masa pemerintahannya, InsyaAllah.
Semua ini memang mimpi. Tugas kitalah membantu beliau mewujudkannya.
(TIM INTI MY)