Roy Fachraby Ginting Akademisi dan Budayawan USU :Ada Apa Dengan Jenderal Kehormatan

ERIANTO PERANGIN ANGIN

- Redaksi

Jumat, 1 Maret 2024 - 06:25 WIB

40433 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MEDAN,Indonesia24.coPresiden Joko Widodo atau Jokowi telah menetapkan kenaikan pangkat Prabowo Subianto menjadi jenderal penuh atau jenderal kehormatan. Peresmian itu ditandai dengan penyematan pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Presiden Jokowi memberikan gelar istimewa bintang empat atau jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan penghargaan sekaligus peneguhan berbakti sepenuhnya pada bangsa dan rakyat Indonesia.

Pengangkatan sesuai Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.

Jokowi menyatakan bahwa proses pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo dengan dasar bahwa beliau adalah penerima anugerah Bintang Kehormatan Yudha Dharma Utama pada tahun 2022. Pemberian anugerah ini, menurut Jokowi, merupakan pengakuan atas jasa-jasa Prabowo di bidang pertahanan yang memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan TNI dan Negara.

Pemberian anugerah tersebut telah melalui verifikasi dari Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Ia menegaskan bahwa pemberian tanda kehormatan ini sesuai dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 dan dasar terakhir bahwa Panglima TNI telah mengusulkan agar Letjen Purn. Prabowo diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa.

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dalam kesempatan tersebut mengatakan, Prabowo layak menyandang gelar tersebut. Pangkat tersebut diberikan atas jasa dan dedikasi Prabowo dalam menjaga keutuhan negara Indonesia.

Atas jasa-jasa beliau dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga keutuhan negara RI, dan membangun kekuatan TNI yang profesional. Semoga beliau selalu ada dalam lindungan Allah SWT dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai.

Pemberian tanda kehormatan tersebut sudah melalui pengusulan hingga verifikasi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dia menyebut Bintang Yudha Dharma Utama hanya diberikan kepada Menhan dan Panglima TNI.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma Utama yang ditetapkan dengan Keppres Nomor 13/TK/TAHUN 2022 tanggal 28 Januari 2022, yang sudah melalui proses pengusulan, verifikasi dan pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Sesuai Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/34/V/2011 tanggal 10 Mei 2011, Bintang Yudha Dharma Utama ini hanya diberikan kepada Menhan dan Panglima TNI.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan tanda jenderal kehormatan untuk Prabowo sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Pemberian pangkat kehormatan Prabowo tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak, terutama aktivis hak asasi manusia.

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menganggap bahwa pemberian pangkat kehormatan tersebut merupakan keanehan karena Prabowo diberhentikan dari dinas militer tetap karena dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1997 sampai 1998.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, yang mewaspadai adanya upaya impunitas maupun pencucian kontroversi masa lalu melalui pemberian pangkat kehormatan dan oleh Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, yang menyatakan bahwa pemberian pangkat kehormatan bagi Prabowo tidak memiliki urgensi apapun.

Analis militer Connie Rahakundini Bakrie mempertanyakan dasar hukum pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo. Connie mempertanyakan bahwa Undang Undang Nomor 34 tahun 2024 belum pernah diubah atau diperbaharui, di mana UU tersebut menyatakan antara lain, tidak ada kenaikan pangkat untuk purnawirawan.

Connie juga mengatakan, sepengetahuannya, juga belum ada perubahan/pembaharuan pada UU Nomor 20 tahun 2009, dimana di dalamnya dinyatakan kenaikan pangkat kehormatan hanya dapat diberikan hanya kepada prajurit dan perwira aktif.

Demikian juga anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, T.B. Hasanuddin, menilai pemberian gelar kehormatan Jenderal TNI oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tak punya dasar hukum. Pasalnya, dia berujar tidak ada peraturan perundang undangan yang mengatur pemberian gelar kehormatan bagi seorang purnawirawan.

Pasca-Reformasi 1998, Hasanuddin mengatakan pemberian pangkat dalam militer diatur oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Beleid itu mengatur jenis pangkat hanya tiga, yaitu pangkat aktif, pangkat titular, dan pangkat lokal. Jadi untuk pangkat kehormatan dan penghargaan sudah tidak lagi,” ujar Hasanuddin.

Hasanuddin mengatakan ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dalam pasal 33 A menyebutkan pangkat itu bisa diberikan kepada seseorang sebagai tanda penghargaan atau tanda kehormatan karena jasa. “Tapi tanda kehormatan itu diberikan kepada mereka yang masih aktif,” kata Hasanuddin.

Baca Juga :  DPD SPRI SUMUT " Serikat Pers Republik Indonesia' Bersama Wartawan Media Pendamping News dan Metropos 24 Bagikan 200 Paket Sembako Kepada Warga Masyarakat Beserta Anak Yatim Piatu

Menurut Hasanuddin, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 memang mengatur pemberian tanda penghargaan berupa bintang, tapi bukan bintang di pundak. Dia mencontohkan bintang itu misalnya Bintang Jasa Republik Indonesia, Bintang Mahaputra, dan Bintang Sakti.

Presiden boleh saja memberikan penghargaan kalau menganggap Prabowo punya jasa kepada negara. Namun, dia mengatakan Presiden seharusnya memberikan Bintang Jasa Republik Indonesia, Bintang Mahaputra, dan Bintang Sakti. “Memberikan kenaikan pangkat dia yang sudah pensiun tidak ada aturannya,” ujar Hasanuddin.

Pangkat kehormatan dan pangkat politik sudah ditiadakan pada era Reformasi. Dia meminta pangkat itu jangan dibangunkan kembali. Kalau masih mau kembali ke zaman dulu, maka pemerintah harus merevisi Undang Undang itu terlebih dahulu.

Kalau memang mau menghidupkan budaya lama, dia mengatakan keputusan presiden soal pemberhentian Prabowo dibatalkan terlebib dahulu. Namun, dia mengatakan itu belum cukup sebab mantan Danjen Kopassus itu sudah purnawirawan. Walhasil, dia mengatakan dua undang-undang tadi harus direvisi terlebih dahulu.

Namun adanya pihak pro dan kontra dengan pemberian pangkat Jenderal kehormatan ini, Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal R. Nugraha Gumilar menyatakan bahwa Prabowo tidak pernah dipecat dan surat keputusan yang memberhentikannya pada tahun 1998 menggunakan diksi “diberhentikan dengan hormat dan mendapatkan hak pensiun”.

Hal senada disampaikan oleh Selamat Ginting, meski ia mengakui bahwa pemberian pangkat kehormatan tidak bisa dilepaskan dari politik maupun relasi antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo.

Sejarah pemberian pangkat jenderal kehormatan ini pernah juga terjadi kepada SBY atau Jenderal Soesilo Bambang Yudhoyono yang mendapatkan tanda jenderal kehormatan di masa presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

SBY menerima tanda kehormatan tersebut pada 15 November 2000. Saat itu, SBY merupakan alumni Akademi Militer Nasional yang telah mendapat pangkat letnan jenderal pada 1997. Pada saat itu, SBY sedang menjabat menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.

Demikian juga Luhut Binsar Pandjaitan yang mendapat gelar jenderal kehormatan empat belas hari lebih awal dari SBY. Luhut menerima tanda kehormatan dari Gus Dur pada 1 November 2000.

Sama dengan SBY, Luhut juga sebelumnya mendapat pangkat letnan jenderal pada 1997 saat menjabat sebagai Dankodiklatad. Sebelum diberi gelar kehormatan, Luhut merupakan duta besar Indonesia untuk Singapura.

Luhut ditugaskan untuk memperbaiki hubungan Indonesia dan Singapura. Beliau di anggap sukses, Gus Dur pun menariknya kembali ke pemerintahan meski periode tugasnya belum selesai. Luhut kemudian menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI.

Kisah pemberian gelar jenderal kehormatan Hendropriyono sarat akan kontroversi. Hendropriyono awalnya tidak diusulkan dalam rencana kenaikkan pangkat. Saat itu, Wakil Presiden Hamzah Haz mengusulkan nama Hari Sabarno kepada Presiden Megawati. Usulan tersebut kemudian dikirim ke Panglima TNI Endriartono Sutarto untuk diproses.

Namun, secara mendadak pada 4 Oktober 2004, Megawati mengeluarkan keputusan presiden yang menaikkan pangkat Hari Sabarno sekaligus Kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono menjadi jenderal kehormatan.

Setelah pangkat tersebut diberikan, Hari Sabarno dan Hendropriyono mengakui bahwa mereka tidak mengetahui bahwa pangkat jenderal penuh tersebut tidak diberikan dengan izin dari Markas Besar TNI. Hari Sabarno menyatakan akan menghadap Endriartono, sedangkan Hendropriyono menganggapnya sebagai hak prerogatif presiden.

Sejarah kisah jenderal kehormatan ini pernah pula terjadi di Indonesia, pada jaman Presiden Soeharto. Tidak cuma jenderal kehormatan, tapi di buat pula pangkat jenderal besar, laksamana besar, dan marsekal besar bukanlah pangkat yang bisa diperoleh oleh sembarang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pangkat Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia, Laksamana Besar Tentara Nasional Indonesia, dan Masekal Besar Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan kepada Perwira Tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya dan Tentara Nasional Indonesia pada khususnya,” demikian bunyi Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997.

Peraturan Pemerintah atau PP tersebut juga menyatakan, pemberian pangkat jenderal besar, laksamana besar, dan marsekal besar diberikan oleh presiden atas usul panglima ABRI (sekarang TNI).

Dalam bagian penjelasan PP disebutkan, perwira tinggi TNI yang telah sangat berjasa adalah sebagai berikut:

Baca Juga :  DKPP Segera Sidangkan Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Hukum Seleksi PPS di Tapteng

a. Perwira Tinggi terbaik yang tidak pernah mengenal berhenti dalam perjuangannya dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia;

b. Perwira Tinggi terbaik yang pernah memimpin perang besar dan berhasil dalam pelaksanaan tugasnya; atau

c. Perwira Tinggi terbaik yang telah meletakkan dasar-dasar perjuangan ABRI

Sejak 1997, baru ada tiga orang yang menyandang pangkat jenderal bintang lima, yaitu Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Besar Soeharto.

Sejarah regulasi mengenai pemberian pangkat kehormatan ini pertama kali ditetapkan dalam Bab IV Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1959 oleh Presiden Soekarno, yang ditetapkan pada tanggal 4 Juni 1959.

Berdasarkan peraturan ini, pangkat kehormatan “diberikan kepada warga-negara Indonesia bukan militer sukarela atau militer wajib sebagai suatu penghargaan dari jasa-jasa atau bantuan-bantuan yang ia sumbangkan, sehingga membawa kemajuan atau memberikan keuntungan bagi angkatan Perang keseluruhannya”.

Pangkat kehormatan ini diberikan oleh Presiden Indonesia dengan melibatkan Menteri serta Kepala Staf, dan pangkat yang diberikan berkisar mulai dari mayor (perwira menengah) hingga jenderal penuh.

Berbeda dengan pangkat khusus lainnya, pangkat ini tidak menimbulkan adanya kenaikan gaji, dan pangkat ini sewaktu-waktu dapat dicabut oleh Presiden. Pangkat ini dapat diberikan kepada warga negara Indonesia non-militer dan warga negara asing.

Regulasi mengenai pangkat kehormatan dalam angkatan darat diatur lebih lanjut oleh Jenderal Soeharto dalam Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat Nomor KEP-1010b/9/1966 pada tanggal 31 Maret 1966.

Dalam peraturan tersebut, pangkat kehormatan dapat diberikan kepada anggota militer yang telah pensiun atau meninggal. Pangkat kehormatan diberikan dengan sejumlah syarat, yakni telah berdinas selama delapan tahun, tidak pernah terlibat dalam Gerakan 30 September, tidak pernah dipidana, dan terus menunjukkan prestasi dan “kegiatan positif” lainnya setelah pensiun dari kemiliteran.

Berbeda dengan peraturan pemerintah yang telah dikeluarkan sebelumnya, pangkat kehormatan tidak hanya dibatasi pada tingkat mayor dan dapat diberikan hingga tingkat pangkat terendah (mulai dari prajurit satu).

Pangkat kehormatan dapat diusulkan setelah melalui penelitian oleh unit ataupun pimpinan militer dari yang diajukan. Usulan ini kemudian diteruskan kepada Menteri/Panglima Angkatan Darat melalui asisten personel Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Usulan ini kemudian dibahas melalui rapat dewan jabatan dan kepangkatan tinggi (untuk perwira tinggi), dewan jabatan dan kepangkatan (untuk kolonel), dan Dewan Pertimbangan Penganugerahan Tanda Jasa dan Penghargaan Negara (untuk pangkat perwira menengah hingga ke bawah).

Pangkat ini hanya bisa diberikan satu kali dan diberikan setiap peringatan hari ABRI pada 5 Oktober atau hari tertentu lainnya.

Pemegang pangkat kehormatan berhak mencantumkan pangkatnya dalam namanya dengan tambahan (HOR) dan diberikan satu stel pakaian militer lengkap dengan pangkat kehormatannya.

Pangkat dan seragam dapat digunakan hanya pada hari-hari tertentu saja, seperti saat menyampaikan laporan kepada pejabat yang berwenang dan pada saat upacara resmi.

Namun, peraturan mengenai pangkat kehormatan dicabut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1990 oleh Presiden Soeharto, yang ditetapkan pada tanggal 11 Maret 1990.

Dalam penjelasan peraturan pemerintah ini, pangkat kehormatan dihapuskan karena pangkat kehormatan hanya berupa penghargaan dan tidak membawa dampak apapun dalam kemiliteran.

Peraturan ini tetap mengizinkan pemegang pangkat kehormatan untuk tetap memegangnya, namun menyarankan agar penghargaan dalam bentuk selain pangkat kehormatan diberikan kepada warga negara yang berjasa kepada militer.

Undang-undang yang mengatur mengenai kepangkatan militer saat ini, yakni Undang-Undang No. 34 tahun 2004, tidak menyebutkan adanya pangkat kehormatan.

Dalam sistem kemiliteran Indonesia, pangkat kehormatan merupakan satu dari sejumlah sistem kepangkatan khusus. Pada saat ini, dasar hukum pangkat kehormatan sudah tidak ada lagi setelah klausul mengenai hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1959 oleh Presiden Soekarno dihapuskan oleh penggantinya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1990 oleh Presiden Soeharto.

Meski secara hukum pangkat kehormatan sudah dihapus, dalam prakteknya pangkat kehormatan masih terus dianugerahkan. Pangkat kehormatan umumnya diberikan kepada perwira tinggi yang sudah pensiun namun menduduki jabatan yang biasanya dipegang oleh pemegang pangkat yang lebih tinggi.

Meski demikian, pangkat ini masih diberikan oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini, dengan Prabowo Subianto sebagai penerima pangkat kehormatan terbaru pada tanggal 28 Februari 2024.

(ERI NANGIN)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Selamat..!!!Satlantas Tanah Karo Juara II Ajang Local Heroes Award di Hari Lalu Lintas Bhayangkara ke 69
Membangun Kembali Peradaban Kita Kalak Karo
DPW PWOIN Sumut Kecam Dugaan Arogansi Kadisporasu Saat Dikomfirmasi Wartawan
Dosen USU Roy Fachraby Ginting : Kunjungan Paus Fransiskus dan Makna Keteladanan Seorang Pemimpin
Roy Fachraby Ginting : Politik itu Mahal di buat oleh Elit Politik
Zahir-Aslam Jalani Pemeriksaan Kesehatan di RSU Haji Medan
Kecewa Berkas MPSU Tak Sampai Ke Walikota Medan Terkait Kisruh Kepling 13 Komat IV, MPSU Pastikan Demo Kembali Dengan Masa Lebih Besar
Jonnis Marpaung, S.Pd, Resmi di Lantik Pengurus PGRI Masa Bhakti XXII

Berita Terkait

Minggu, 6 Oktober 2024 - 01:40 WIB

Quick Respon Personel Brimob Aceh Membantu masyarakat Memadamkan Api Yang Membakar Pertokoan Di Subulussalam

Minggu, 6 Oktober 2024 - 01:02 WIB

Polres Subulussalam Gelar Dzikir dan Doa Bersama Menuju Pilkada Damai

Minggu, 6 Oktober 2024 - 00:51 WIB

Kapolres Subulussalam Hadiri Upacara HUT TNI yang Ke-79, Perkuat Sinergitas TNI-POLRI

Kamis, 26 September 2024 - 03:57 WIB

Toto Ujung Vs Ramadin, ST Terkait Stadmand “ASBUN” Pada DPR RI Terpilih Muslim Aiyub

Jumat, 20 September 2024 - 06:33 WIB

Selamat jalan Sahabat Kami: Rekan Jurnalis Jalalludin Barat Telah Berpulang Kerahmatullah

Rabu, 4 September 2024 - 11:58 WIB

Pemko Subulussalam Bersama SKPK Tinjau Lokasi Progran Bakti Sosial TNI-AD 2024 

Minggu, 18 Agustus 2024 - 07:06 WIB

Jajaran Polres Subulussalam, Hadiri Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia Ke-79

Senin, 5 Agustus 2024 - 16:13 WIB

Klarifikasi Pemberitaan Tentang Pemukulan Yang Melibatkan Anggota TNI di Subulussalam

Berita Terbaru