KARO,Indonesi24.co|Bullying maupun Konflik masih kerap mewarnai para pelajar mulai dari Tingkat Sekolah Dasar (SD),Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) mau itu SMA,SMU SMK dan lainnya.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu penggiat di bidang Perlindungan Anak, Erianto Perangin-Angin,Minggu (15/10/2023) di “Warkop Serasi” Jalan Veteran Gg Serasi No 44 Lingkungan VII Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara.
Erianto Perangin-Angin memaparkan keprihatinannya dan menghimbau agar kita sebagai masyarakat lebih bisa memahami dan mengetahui apa itu bullying dan apa itu konflik serta tawuran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apa itu bullying ??? Bullying adalah prilaku agresif yang disengaja yang menggunakan ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan, dan biasanya bullying terjadi dimana ada ketidakseimbangan kekuatan.”Ujarnya.
Erianto menambahkan,kalau orang yang melakukan bullying dapat melakukan tindakan seperti memukul,menendang,mendorong,meludah,mengejek,menggoda,penghinaan rasial,pelecehan verbal,dan mengancam.
Siapa yang sering menjadi korban bullying ? Yang menjadi korban rata rata orang yang lebih lemah daripada pelaku bullying,sehingga korban bisa sampai terganggu psikologisnya.”Jelasnya
Ada beberapa jenis bullying di sekolah yang paling penting dan sering dibahas, antara lain:
1. Pack intimidasi adalah bullying yang dilakukan oleh kelompok. intimidasi itu lebih menonjol di sekolah-sekolah tinggi.
Pack intimidasi dilakukan dengan cara intimidasi fisik atau intimidasi emosional dan dapat dilakukan secara langsung atau di dunia maya. bullying ini bisa terjadi di halaman sekolah, lorong-lorong sekolah, lapangan olahraga, ruang kelas, atau di bus sekolah.
2. Intimidasi individu adalah bullying yang dilakukan perorangan dan bisa terjadi baik secara langsung atau online. Intimidasi individu juga bisa dilakukan dengan cara intimidasi fisik atau intimidasi emosional.
Jenis ini sering terjadi di sekolah dasar di tempat-tempat yang sepi.
3. Intimidasi fisik adalah bullying yang berbentuk kekerasan fisik, seperti: mendorong, memukul, berkelahi, dan meludah. Mereka memberikan ancaman bahaya fisik untuk memaksa orang melakukan sesuatu dan harus sesuai keinginannya.
4. Intimidasi emosional adalah bullying yang melibatkan faktor-faktor lain selain interaksi fisik, seperti: penghinaan, komentar yang menghina, merubah nama panggilan, dan menggoda. Intimidasi ini dilakukan supaya orang lain mengucilkan korban dan diabaikan, jenis ini juga bisa disebut sebagai intimidasi sosial. Intimidasi emosional juga bisa dilakukan dengan cara mengambil barang dan sengaja melupakan tempat menyimpan atau menyembunyikan barang-barang seseorang.
Dari beberapa penjelasan tentang di atas, bullying bisa dicegah dengan cara kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional sangat penting untuk diajarkan di sekolah. Seorang anak yang menjadi korban bullying akan merasa cemas, cemburu, putus asa atau terasing akan mengalami kesulitan belajar, banyak diam dan sulit untuk membangun hubungan antar teman yang lain.
Bullying memiliki konsekuensi emosional yang merugikan bagi semua. Korban yang pernah dibully beresiko tinggi untuk depresi, cemas, dan memiliki keinginan bunuh diri. Sedangkan para pelaku mengalami depresi,cemas, permusuhan, dan rentan terhadap penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial.
Korban sasaran bullyinglah pada akhirnya yang paling menderita, mereka berpotensi untuk melakukan kejahatan dan penyalahgunaan mitra di kemudian hari (dendam). Salah satu insiden bullying dapat merusak komunitas sekolah secara keseluruhan, mengganggu kesejahteraan sekolah, dan meninggalkan bekas luka yang tak dapat terhapuskan pada kehidupan anak-anak.
Kecerdasan emosional perlu menjadi komponen utama dari upaya intimidasi pencegahan dari prasekolah hingga kelas SMA . Mengambil pendekatan hukum dan ketertiban. Intervensi pengamat bahkan bermaksud baik dapat memiliki konsekuensi yang sama.
Misalnya, meminta anak-anak untuk berdiri agar tidak pengganggu dapat membuat kecemasan dan mungkin menyebabkan mereka berada pada risiko untuk pembalasan.
Inilah yang menjadi tugas guru dengan mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara mengajarkan kecerdasan emosi kepada siswa dalam pembelajaran di kelas. Bagaimana kita bisa mengharapkan anak-anak untuk belajar kosa kata strategi dan regulasi yang sesuai dengan usia untuk mengekspresikan emosi mereka.
Guru dilatih agar dapat mengajarkan keterampilan untuk mengenali, memahami, melabel, mengungkapkan, dan mengatur emosi. hal tersebut merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk mengajarkan kecerdasan emosional pada anak di sekolah.
Mengabaikan pendidikan emosional pada anak dan orang dewasa beresiko menjadikan anak-anak yang tidak memiliki rasa belas kasihan. Pengabaian ini telah menciptakan celah dalam sistem pendidikan. Seperti seorang ahli menuliskan ”Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali”.
Apa itu konflik, Berkonflik melibatkan antagonis me antara dua orang atau lebih,berawal dari perselisihan atau perkelahian.”ucap Erianto Perangin Angin.
Ketua Yayasan Anak Bangsa Sumatera Utara (YABSU) ini mengatakan kalau beberapa bulan lalu adanya siswa yang konflik di salah satu sekolah SMK di Kabupaten Karo yang berujung melakukan penikaman, untung tidak berujung kematian.”pungkasnya.
Kita harus mengetahui prilaku sang anak dari dini,dan memberikan sebuah terobosan dan pengawasan sehingga orang tua tidak kecolongan.”Tutupnya.
RANIE.S
(KaBiro Tanah Karo)