Surabaya, Indonesia24.co,- Sekjen Aliansi Madura Indonesia (AMI) M. Yasin, angkat bicara terkait ketidak profesionalan kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan dalam menyikapi dan menangani kasus Korupsi PJU Lamongan yang cuman menetapkan empat tersangka saja padahal kalau kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya maka Tersangka kasus korupsi PJU Lamongan, akan lebih dari empat tersangka, Minggu (2/7/2023).
Karna dalam fakta persidangan terungkap bahwa kasus korupsi proyek Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU TS) Lamongan, terdakwa Jonatan Dunan, Direktur PT Sumber Energi Terbarukan Indonesia (SETI) blak-blakan menyebut siapa yang menggembalikan itu.
Jonathan menyampaikan bahwa Husnul Aqib sebesar Rp 10 miliar, lalu yang Rp 6 miliar anggota dewan lainnya ketika diperiksa sebagai saksi mahkota untuk tiga terdakwa lainnya M David Rosyidi, Supartin dan Fitri Yadi di Pengadilan Tipikor Surabaya.
“Saya sangat tau pengembalian itu dari Husnul Aqib yang menyampaikan kepada saya. Karena saat itu saya diminta untuk mengakui menyetor, namun saya tolak karena bukan saya yang setor, tak punya bukti slip setor,” ungkapnya saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Tak hanya soal itu, Jonatan juga blak-blakan soal harga satu titik PJU TS. Seharusnya, satu paket PJU seharga Rp 19 juta untuk satu titiknya, seperti proposal yang diajukan. Namun, harga tersebut berubah menjadi Rp 40 juta pertitiknya.
Ia juga baru menyadari jika nominal tersebut ketika pencairan di Pokmas. “Saat ambil pencairan uang di pokmas sama David Rosyidi. Uang langsung dibagi oleh David. Saya Rp 19 juta pertitiknya sesuai pembayaran di katalog. Lalu Rp 2 juta untuk pokmas dan sisa uang Rp 19 juta pertitiknya diminta untuk saya dikirimkan ke Husnul Aqib,” ungkapnya.
Jonatan mengaku, proyek PJU TS Lamongan total sebanyak 1.635 titik itu tuntas dikerjakan. Bahkan, ia juga memberikan garansi 5 tahun. Namun, dirinya baru mengetahui jika proyek yang dikerjakan bermasalah saat dipanggil Inpektorat Jatim dan ditagih kelebihan pembayaran Rp 40 miliar.
Saya baru tau kalau itu anggaran dana hibah dari Pemprov Jatim. Saat itu yang saya tau itu dana desa dan saya juga baru mengetahui jika Husnul Aqib itu anggota DPRD Kabupaten Lamongan.
Meski demikian, Jonatan mengungkapkan, dirinya sempat difasilitasi oleh pimpinan DPRD Jatim bertemu membahasa pengembalian uang tersebut.
Tak hanya itu, soal pembagian uang pengembalian itu juga ada surat pernyataan. Menurut Jonatan, dirinya mendapat bagian Rp 10 miliar, Husnul Aqib Rp 10 miliar.
“Lalu sisanya Pokmas dan anggota dewan lain. Setahun surat pernyataan itu. Saya gak bisa bayar, saat itu ekonomi lagi sulit,” ucap Jonatan.
Dari fakta persidangan tersebut sangat terang benderang siapa saja yang terlibat dan siapa saja yang menikmati uang hasil Korupsi tersebut tapi kenapa Kejaksaan Negeri Lamongan hanya menetapkan empat tersangka saja.
Ditempat terpisah Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI) Baihaki Akbar, juga menyampaikan terkait kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan, yang dimana banyak permasalahan kasus Korupsi yang tiba-tiba hilang, dan terkait kasus Korupsi PJU Lamongan kalau Kejaksaan Negeri Lamongan benar-benar mau menegakkan supremasi hukum maka tersangka kasus korupsi PJU Lamongan lebih dari empat dan yang paling anehnya Kejaksaan Negeri Lamongan hanya menetapkan para pelantarnya saja, dan tidak menetapkan Pokmas dan pemilik anggaran tersebut sebagai tersangka dan dari sinilah kita bisa melihat kebobrokan dan ketidakprofesionalan kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan.
Maka dari itu dalam waktu dekat ini kami Aliansi Madura Indonesia (AMI) akan ke Kejagung untuk melaporkan kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan yang tidak profesional dalam menegakkan supremasi hukum khususnya di bidang Tindak Pidana Korupsi.
Kami juga sudah menyiapkan beberapa data kasus Korupsi yang dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Lamongan oleh beberapa organisasi, yang hilang bak di telan bumi dan kami juga akan melaporkan beberapa kasus pidana lainnya. ( Sri.S/Red)